Apa
yang dilakukan manusia terhadap bumi, rumahnya sendiri ? Mereka
menggunduli Hutan, menebar racun di laut dan sungai, udara tersumbat
oleh polusi yang menyesakkan dada. Dalam hidup ini, Kita juga sering
lupa bahwa ada mahluk lain yang memiliki hak yang sama untuk hidup di
muka bumi. Adanya Perlakuan buruk terhadap hewan adalah salah satunya.
Gajah dan badak dibunuh untuk mendapatkani gading dan cula, orangutan
dan harimau diusir dari habitatnya. Tinggal menunggu waktu saja mereka
bisa punah.
Malapetaka Di Bumi
Sekelompok ilmuwan mengingatkan, Bumi sedang mengarah pada malapetaka,
jika manusia tidak bertindak untuk menyelamatkannya. Dalam jurnal
Nature, para ahli ini mengungkapkan, dunia sedang bergerak menuju titik
kritis ditandai dengan kepunahan dan perubahan tak terduga pada skala
yang sangat besar, yang tidak terlihat sejak gletser mencair 12.000
tahun lalu. “Ada peluang besar, di akhir abad ini, Bumi menjadi tempat
yang benar-benar berbeda,” kata peneliti Anthony Barnosky kepada situs
sains LiveScience. Profesor Biologi Integratif dari University of
California,
Berkeley, tergabung dengan 17 ilmuwan
lain untuk memperingatkan Bumi yang akan datang mungkin tak lagi
menyenangkan untuk dihuni. “Bayangkan perubahan itu sebagai sebagai
periode penyesuaian cepat, saat kita didorong masuk melalui lubang
jarum,” kata dia, membuat analogi. “Ketika masuk ke lubang jarum itulah,
saat kita melihat pertikaian politik, perselisihan ekonomi, perang, dan
kelaparan.”
Manusia lebih mengerikan
Barnosky dan para koleganya menelaah
penelitian soal perubahan iklim, ekologi, dan titik kritis Bumi yang
mengkhawatirkan. Pada ambang batas tertentu, mereka memberi tekanan
lebih pada lingkungan, yang tak mungkin dikembalikan lagi. Sebaliknya,
secara tiba-tiba, planet ini merespon dengan cara yang tak terduga,
memicu transisi global besar.
Sebagai contoh adalah salah satu
transisi pada di akhir Zaman Es. Tak lebih dari 3.000 tahun, Bumi
berubah dari kondisi 30 persennya tertutup es menjadi nyaris bebas es
seperti saat ini. Kepunahan dan perubahan ekologi terbesar terjadi hanya
dalam 1.600 tahun. Sejak itu hingga kini, keanekaragaman hayati Bumi
tak juga pulih.
Saat ini, Barnosky menambahkan, tindakan
manusia mendorong perubahan lebih cepat dari apa yang dilakukan alam.
Didorong oleh peningkatan karbondioksida di atmosfer hingga 35 persen
sejak dimulainya Revolusi Industri, termperatur global naik drastis,
lebih cepat dari era es mencair. Tak hanya itu, manusia telah mengubah
43 persen permukaan tanah di Bumi untuk membangun kota dan pertanian.
Ini lebih dahsyat dari transisi tanah yang terjadi di akhir zaman es
yang 30 persen.
Sementara, populasi manusia membengkak
dengan cepat, memberi tekanan yang makin berat pada sumber daya yang
ada, yang tak pernah dirasa cukup. “Setiap perubahan yang kita lihat dan
sadari dalam beberapa abad sejatinya lebih besar dari apa yang kita
anggap sebagai perubahan luar biasa di masa lalu,” kata Barnosky.
Kita Harus Segera Bertindak
Bagaimana akhirnya nanti, malapetaka apa
yang akan mendera bumi, masih belum bisa diprediksi pasti. Ini yang
bisa digunakan sebagai perbandingan: pada transisi akhir zaman es,
setengah spesies Bumi, di antaranya mamalia besar semisal mamoth punah.
Juga perubahan spesies di tataran lokal sebagai akibat proses
penyesuaian diri. Bedanya dengan sekarang, ekosistem kala itu memberi
peluang besar bagi manusia untuk hidup. “Memberi kita daya dukung hidup, untuk bertanam, mencari ikan, juga air bersih untuk minum,” kata Barnosky.
Saat ini yang terjadi sebaliknya,
kepentingan akan sumber daya bergeser dari satu negara ke negara lain,
yang pasti akan diikuti kerusakan alam, juga ketidakstabilan politik.
Perang tak mungkin dihadang.
Bagaimana Caranya Menghentikan Laju Kerusakan Bumi?
Barnosky mengatakan, ini perlu kerjasama internasional.
Atas nama bisnis, manusia diperkirakan akan menggunakan 50 persen luas
permukaan tanah di Bumi pada tahun 2050. Saat itu, populasi orang
diperkirakan menembus 9 miliar orang. “Jadi kita harus lebih efisien,
dalam arti lebih efisien menggunakan energi, fokus lebih besar pada
sumber daya terbarukan, dan kebutuhan untuk menyelamatkan spesies dan
habitat hari ini untuk generasi mendatang.”
Manusia tak hanya hidup saat ini, tegas
Barnosky. “Aku ingin dunia 50 sampai 100 tahun mendatang setidaknya sama
baiknya dengan sekarang untuk anak dan cucuku. Kupikir semua orang
pasti punya cita-cita yang sama,” kata dia. “Saat ini kita berada di
persimpangan, jika kita memilih tak berbuat apapun, konsekuensinya kita
akan menuju titik kritis. Juga masa depan yang buruk bagi keturunan
kita.”
Sudah saatnya manusia memikirkah masalah
kerusakan alam semesta atau bumi yang menjadi tempat hidup. Merusak
alam berarti merusak diri kita sendiri
Sumber Informasi ini bisa anda baca juga di VivaNews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar